Pengertian "bukti permulaan yang cukup" dari pendekatan teori dan praktek, masih dapat diperdebatkan. Sekalipun pengertian permulaan bukti yang cukup dicoba mengaitkan dengan bunyi penjelasan Pasal 17 maupun pengertian itu dihubungkan dengan ketentuan pasal 1 butir 14, masih belum mampu memberikan pengertian yang jelas dan mudah ditangkap. Sebab apa yang dijelaskan pada pasal 1 butir 14 hanya berupa ulangan dari bunyi penjelasan pasal 17. atau sebaliknya, bukti permulaan yang terdapat pada pasal 17 hanya merupakan ulangan dari psal 1 butir 14.
Sebagai pegangan, tindakan penangkapan baru dapat dilakukan oleh penyidik apabila seseorang itu : "diduga keras melakukan tindak pidana, dan dugaan itu didukung oleh permulaan bukti yang cukup". mengenai apa yang dimaksud dengan permulaan bukti yang cukup, pembuat undang-undang menyerahkan sepenuhnya kepada penilaian penyidik. akan tetapi, sangat disadari cara penerapan yang demikian, bisa menimbulkan "kekurangpastian" dalam praktek hukum serta sekaligus membawa kesulitan bagi Praperadilan untuk menilai tentang ada atau tidak permulaan bukti yang cukup.
Jika ketentuan Pasal 17 ini dipedomani oleh penyidik secara sungguh-sungguh, dapat diharapkan suasana penegakan hukum yang lebih objektif. Tangan-tangan penyidik tidak lagi seringan itu melakukan penangkapan. Sebab jika ditelaah pengertian bukti permulaan yang cukup, hampir serupa dengan apa yang sirumuskan Pasal 183 KUHAP, yakni harus berdasar prinsip "batas minimal pembuktian" yang terdiri sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
SUMBER:
1. KUHAP
2. Pembahasan Permasalahn dan Penerapan KUHAP - M. Yahya Harahap, SH.