Minggu, 03 Maret 2013

Penyitaan Barang Bukti Dalam Kasus Tindak Pidana Pencurian

Assalamualaikum wr. wb.

Penulisan ini didasari karena peristiwa yang menimpa seseorang yang bernama Dimas, dimana Dimas menjadi korban pencurian kendaraan bermotor (CURANMOR). Beberapa lama setelah Dimas menyadari motornya hilang, tidak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP) pelaku tertangkap tangan oleh masyarakat sedang mendorong motor Dimas, segera pelaku dibawa oleh oleh salah satu masyarakat ke kantor polisi terdekat dan motor hasil CURANMOR disita sebagai barang bukti. Beberapa hari kemudian Dimas mengeluh karena motor yang disita oleh polisi belum saja dikembalikan dengan alasan yang menurut Dimas tidak jelas.

Dari kejadian diatas saya akan coba membahas berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pertama saya akan menjelaskan tentang Penyitaan terlebih dahulu, karena yang dipermasalahkan oleh dimas yaitu penyitaan terhadap motornya yang digunakan sebagai barang bukti.
MENURUT KETENUAN PASAL 1 AYAT (16) KUHAP, YAITU:
"Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaanyna benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan."
Dengan ketentuan Pasal tersebut jelas bahwa penyitaan terhadap motor milik Dimas dilakukan untuk kepentingan penyidikan, dan apabila selesai dalam tingkat penyidikan, penyidik menyerahkan tersangka beserta barang bukti kepada penuntut umum.

KUHAP sendiri tidak menjelaskan secara eksplisit tentang pengertian barang bukti itu sendiri, akan tetapi dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia jucto Pasal 39 KUHAP tentang apa saja yang dapat dikenakan penyitaan, semua hal tersebut menjelaskan tentang pengertian barang bukti yang dimaksud.
PASAL 1 AYAT (5) PERKAP NOMOR 10 TAHUN 2010, MENJELASKAN:
"Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan."
Barang bukti dikembalikan oleh penyidik atau penuntut umum kepada pemiliknya apabila perkara sudah diputus oleh hakim, ataupun juga dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat, barang bukti yang disita itu tidak diperlukan lagi untuk pembuktian, maka barang bukti tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya, semua hal tersebut berdasarkan Pasal 46.
 PASAL 46 AYAT (1) KUHAP, YAITU:
"Benda yang dikenakan  penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, apabila: a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana."
 PASAL 46 AYAT (2) KUHAP, YAITU:
"Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain."
Akan tetapi, dengan disitanya motor Dimas sebagai barang bukti ditingkat penyidikan, maka untuk bisa mendapatkan motornya kembali walaupun belum keluar putusan hakim dan penyidik masih menbutuhkan dalam proses penyidikannya, dimas dapat melakukan prosedur pinjam pakai barang bukti oleh pemilik sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia.
PASAL 23 PERKAP NOMOR 10 TAHUN 2010, YAITU:
 (1) Barang bukti yang disita dan disimpan di tempat khusus hanya dapat dipinjam
pakaikan kepada pemilik atau pihak yang berhak.
(2) Prosedur pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai
berikut:
a. pemilik atau pihak yang berhak mengajukan permohonan kepada atasan
penyidik;
b. atasan penyidik melakukan penilaian dan pertimbangan untuk menolak atau
mengabulkan permohonan tersebut; dan
c. setelah permohonan dikabulkan, atasan penyidik membuat rekomendasi
kepada Ketua PPBB.
(3) Atasan penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a. para Direktur Bareskrim Polri, Direktur Polair Polri dan Direktur Lalu Lintas
Polri pada tingkat Mabes Polri;
b. para Direktur Reskrim/Narkoba/Polair/Lantas pada tingkat Polda;
c. para Kapolwil/Kapolwiltabes pada tingkat Polwil/Polwiltabes;
d. para Kapoltabes/Kapolres/tro/ta pada tingkat Poltabes/Polres/tro/ta; dan
e. para Kapolres/tro/ta tingkat Polsek/tro/ta.
(4) Penilaian dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)
huruf b, didasarkan atas:
a. bukti kepemilikan barang bukti yang sah;
b. kesediaan untuk merawat dan tidak mengubah bentuk, wujud, dan warna
barang bukti;
c. kesediaan untuk menghadirkan barang bukti bila diperlukan sewaktu-waktu;
dan
d. kesediaan untuk tidak memindahtangankan barang bukti kepada pihak lain.
Sehingga, dengan melakukan upaya  pinjam pakai barang bukti oleh pemilik ini paling tidak Dimas bisa menggunakan motornya dalam menjalankan aktifitasnya walaupun proses hukum terhadap pelaku masih berjalan. Demikian penjelasan dari saya, apabila terdapat kekurangan saya mohon maaf. Kritik dan sarannya saya terima dengan lapang dada, terimas kasih. Wassalam...

SUMBER:
  1. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
  2. Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar