Sabtu, 07 September 2013

Contoh Surat Kuasa Khusus

SURAT KUASA


Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama                         : XXXXXXX
Pekerjaan                   : XXXXXXX
Alamat                       : XXXXXXX.
                                     
Dengan ini menyatakan memilih domisili hukum di kantor kuasa hukumnya dibawah ini dan memberikan kuasa penuh dengan hak substitusi kepada :

XXXXXXXXX,  S.H.  dan XXXXXXXXX, S.H.

Advokat dari  Kantor Advokat XXXXXXXXX, S.H & REKAN  yang beralamat kantor di  Jl. XXXXXXXX Surabaya. Telpon XXXXXXXXX. Baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri.

KHUSUS

Bertindak mendampingi  dan atau mewakili Pemberi Kuasa sebagai Termohon dalam perkara perdata permohonan talak cerai yang diajukan oleh suaminya yang bernama XXXXXXXXXX (Pemohon) yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Surabaya No. xxxx/Pdt.G/2013/PA.Sby.

Untuk itu penerima kuasa diberikan hak dan kewenangan untuk :

Menghadap pejabat / instansi yang berwenang; membuat dan menandatangani jawaban-jawaban baik dalam konpensi maupun dalam rekonpensi, duplik, surat-surat, permohonan sita marital; membuat, menandatangani dan gugatan rekonpensi; mengajukan/menolak saksi- saksi  atau alat bukti lainnya; melakukan perdamaian baik di dalam maupun di luar persidangan; meminta dan mengambil salinan putusan, akta cerai;

Serta melakukan segala tindakan hukum yang diperkenankan dan atau upaya hukum lain yang dipandang perlu demi untuk membela hak dan kepentingan pemberi kuasa:

Demikian surat kuasa ini dibuat dan ditanda tangani untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya

                                       Surabaya, ....  2013

Penerima Kuasa                                                                           Pemberi Kuasa






XXXXXXXX, S.H.                                                                        XXXXXXX




XXXXXXXX, S.H.

Minggu, 01 September 2013

RES IPSA LIQUITUR (faktanya telah berbicara)

Di Hukum Kesehatan dikenal juga asas RES IPSA LIQUITUR (faktanya telah berbicara). Digunakan di dalam kasus malpraktek dimana kelalaian yang yang terjadi tidak perlu pembuktian lebih lanjut karena faktanya terlihat jelas. 

Sumber: Etika dan Hukum Kesehatan - Alexandra Indriyanti Dewi, SH., MHum.

Sabtu, 31 Agustus 2013

Apa Itu "Bukti Permulaan Yang Cukup"?

Pengertian "bukti permulaan yang cukup" dari pendekatan teori dan praktek, masih dapat diperdebatkan. Sekalipun pengertian permulaan bukti yang cukup dicoba mengaitkan dengan bunyi penjelasan Pasal 17 maupun pengertian itu dihubungkan dengan ketentuan pasal 1 butir 14, masih belum mampu memberikan pengertian yang jelas dan mudah ditangkap. Sebab apa yang dijelaskan pada pasal 1 butir 14 hanya berupa ulangan dari bunyi penjelasan pasal 17. atau sebaliknya, bukti permulaan yang terdapat pada pasal 17 hanya merupakan ulangan dari psal 1 butir 14.

Sebagai pegangan, tindakan penangkapan baru dapat dilakukan oleh penyidik apabila seseorang itu : "diduga keras melakukan tindak pidana, dan dugaan itu didukung oleh permulaan bukti yang cukup". mengenai apa yang dimaksud dengan permulaan bukti yang cukup, pembuat undang-undang menyerahkan sepenuhnya kepada penilaian penyidik. akan tetapi, sangat disadari cara penerapan yang demikian, bisa menimbulkan "kekurangpastian" dalam praktek hukum serta sekaligus membawa kesulitan bagi Praperadilan untuk menilai tentang ada atau tidak permulaan bukti yang cukup.

Jika ketentuan Pasal 17 ini dipedomani oleh penyidik secara sungguh-sungguh, dapat diharapkan suasana penegakan hukum yang lebih objektif. Tangan-tangan penyidik tidak lagi seringan itu melakukan penangkapan. Sebab jika ditelaah pengertian bukti permulaan yang cukup, hampir serupa dengan apa yang sirumuskan Pasal 183 KUHAP, yakni harus berdasar prinsip "batas minimal pembuktian" yang terdiri sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

SUMBER:

1. KUHAP
2. Pembahasan Permasalahn dan Penerapan KUHAP - M. Yahya Harahap, SH.

Kamis, 29 Agustus 2013

Adakah Pasal Dalam Hukum Yang Mengatur Dapat Memenjarakan Orang Tanpa Adanya Bukti?

Bagi semua yang melek hukum di forum kaskus ini.
Saya hanya ingin menanyakan, apakah ada seseorang dimasukkan ke dalam LP selama hampir dua bulan, tanpa adanya bukti?
A dituntut dengan penggelapan mobil oleh mantan bosnya.
Mobilnya adalah pinjaman dari bos, dengan DP yang dibayarkan oleh A. Dan ada bukti pembayaran lengkap di tempat penjualan mobil.
Nyatanya mobil tersebut masih dipakai terus hingga akhirnya ditaruh di kapolsek.
Hingga saat ini, pengadilan menunda2 terus kasus ini. 
Apa sebenarnya yang dapat memberatkan si A ini? 
Mengapa pengadilan berat sebelah?
Sudah hilangkah keadilan di negeri ini?
Hakim tidak memberi kesempatan bagi pihak A untuk membela.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------


Sebelum perkara pidana sampai di persidangan dan diputus bersalah atau tidak oleh oleh hakim, ada yang namanya penangkapan dan penahanan ditingkat penyidikan oleh Polri setelah di penyidikan, penahanan juga bisa dilakukan oleh jaksa penuntut umum. 


PENANGKAPAN
"Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini." Pasal 1 butir 20 KUHAP.

Mengenai alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam pasal 17:
- seorang tersangka diduga keras melakukan tindakan pidana
- dan dugaan yang kuat itu, didasarkan pada permulaan bukti yang cukup.

Batas waktu penangkapan yaitu tidak boleh lebih dari satu hari. (Pasal 19 ayat 1)

PENAHANAN
"Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini." Pasal 1 butir 21 KUHAP.

Penahanan harus memenuhi syarat undang-undang seperti yang ditentukan Pasal 21 ayat 1:
- tersangka atau terdakwa "diduga keras" sebagai pelaku tindak pidana yang bersangkutan,
- dugaan yang keras itu didasarkan pada "bukti yang cukup".

APABILA SAUDARA MERASA TIDAK ADA BUKTI UNTUK MELAKUKAN PENANGKAPAN DAN PENAHANAN TERHADAP YANG BERSANGKUTAN, MAKA SAUDARA BISA MELAKUKAN UPAYA PRAPERADILAN.

nb: sebelumnya saya kurang paham kasusnya sampai di penyidikan saja, atau sudah ada penetapan hakim. jadi, saya cuma menjawab sekilas saja.
Buat kawan2: kalau kurang mohon ditambah, kalau kurang mohon koreksinya. thank's...

SUMBER:

1. KUHAP

Minggu, 03 Maret 2013

Penyitaan Barang Bukti Dalam Kasus Tindak Pidana Pencurian

Assalamualaikum wr. wb.

Penulisan ini didasari karena peristiwa yang menimpa seseorang yang bernama Dimas, dimana Dimas menjadi korban pencurian kendaraan bermotor (CURANMOR). Beberapa lama setelah Dimas menyadari motornya hilang, tidak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP) pelaku tertangkap tangan oleh masyarakat sedang mendorong motor Dimas, segera pelaku dibawa oleh oleh salah satu masyarakat ke kantor polisi terdekat dan motor hasil CURANMOR disita sebagai barang bukti. Beberapa hari kemudian Dimas mengeluh karena motor yang disita oleh polisi belum saja dikembalikan dengan alasan yang menurut Dimas tidak jelas.

Dari kejadian diatas saya akan coba membahas berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pertama saya akan menjelaskan tentang Penyitaan terlebih dahulu, karena yang dipermasalahkan oleh dimas yaitu penyitaan terhadap motornya yang digunakan sebagai barang bukti.
MENURUT KETENUAN PASAL 1 AYAT (16) KUHAP, YAITU:
"Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaanyna benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan."
Dengan ketentuan Pasal tersebut jelas bahwa penyitaan terhadap motor milik Dimas dilakukan untuk kepentingan penyidikan, dan apabila selesai dalam tingkat penyidikan, penyidik menyerahkan tersangka beserta barang bukti kepada penuntut umum.

KUHAP sendiri tidak menjelaskan secara eksplisit tentang pengertian barang bukti itu sendiri, akan tetapi dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia jucto Pasal 39 KUHAP tentang apa saja yang dapat dikenakan penyitaan, semua hal tersebut menjelaskan tentang pengertian barang bukti yang dimaksud.
PASAL 1 AYAT (5) PERKAP NOMOR 10 TAHUN 2010, MENJELASKAN:
"Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan."
Barang bukti dikembalikan oleh penyidik atau penuntut umum kepada pemiliknya apabila perkara sudah diputus oleh hakim, ataupun juga dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat, barang bukti yang disita itu tidak diperlukan lagi untuk pembuktian, maka barang bukti tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya, semua hal tersebut berdasarkan Pasal 46.
 PASAL 46 AYAT (1) KUHAP, YAITU:
"Benda yang dikenakan  penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, apabila: a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana."
 PASAL 46 AYAT (2) KUHAP, YAITU:
"Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain."
Akan tetapi, dengan disitanya motor Dimas sebagai barang bukti ditingkat penyidikan, maka untuk bisa mendapatkan motornya kembali walaupun belum keluar putusan hakim dan penyidik masih menbutuhkan dalam proses penyidikannya, dimas dapat melakukan prosedur pinjam pakai barang bukti oleh pemilik sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia.
PASAL 23 PERKAP NOMOR 10 TAHUN 2010, YAITU:
 (1) Barang bukti yang disita dan disimpan di tempat khusus hanya dapat dipinjam
pakaikan kepada pemilik atau pihak yang berhak.
(2) Prosedur pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai
berikut:
a. pemilik atau pihak yang berhak mengajukan permohonan kepada atasan
penyidik;
b. atasan penyidik melakukan penilaian dan pertimbangan untuk menolak atau
mengabulkan permohonan tersebut; dan
c. setelah permohonan dikabulkan, atasan penyidik membuat rekomendasi
kepada Ketua PPBB.
(3) Atasan penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a. para Direktur Bareskrim Polri, Direktur Polair Polri dan Direktur Lalu Lintas
Polri pada tingkat Mabes Polri;
b. para Direktur Reskrim/Narkoba/Polair/Lantas pada tingkat Polda;
c. para Kapolwil/Kapolwiltabes pada tingkat Polwil/Polwiltabes;
d. para Kapoltabes/Kapolres/tro/ta pada tingkat Poltabes/Polres/tro/ta; dan
e. para Kapolres/tro/ta tingkat Polsek/tro/ta.
(4) Penilaian dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)
huruf b, didasarkan atas:
a. bukti kepemilikan barang bukti yang sah;
b. kesediaan untuk merawat dan tidak mengubah bentuk, wujud, dan warna
barang bukti;
c. kesediaan untuk menghadirkan barang bukti bila diperlukan sewaktu-waktu;
dan
d. kesediaan untuk tidak memindahtangankan barang bukti kepada pihak lain.
Sehingga, dengan melakukan upaya  pinjam pakai barang bukti oleh pemilik ini paling tidak Dimas bisa menggunakan motornya dalam menjalankan aktifitasnya walaupun proses hukum terhadap pelaku masih berjalan. Demikian penjelasan dari saya, apabila terdapat kekurangan saya mohon maaf. Kritik dan sarannya saya terima dengan lapang dada, terimas kasih. Wassalam...

SUMBER:
  1. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
  2. Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia.

Jika Menjadi Korban Penipuan Belanja Online

Assalamualaikum wr. wb

Dunia internet sekarang sudah sangat maju, sehingga turut juga mengubah gaya hidup masyarakat dalam hal penggunaan teknologi khususnya dalam penggunaan dalam menjalankan roda perekonomian. Sehingga, muncul juga kejahatan baru di masyarakat yang menggunakan internet ini, salah satunya yaitu penipuan yg dilakukan menggunakan internet/secara online.
Penipuan sendiri diatur dalam ketentuan Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu: "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang suatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan Pidana Penjara paling lama empat tahun."
Akan tetapi, karena tindak pidana Penipuan dilakukan melalui internet/secara online maka  untuk menjerat pelaku digunakan juga Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Untuk kasus penipuan terhadap belanja online dapat menggunakan ketentuan Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (2).
PASAL 28 AYAT (1) UU ITE, YAITU:
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik."
PASAL 45 AYAT (2) UU ITE, YAITU:
"Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)  atau ayat (2)dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Dengan digolongkannya penipuan menggunakan internet/atau secara online itu sebagai Cybercrime/Kejahatan Dunia Maya, maka semua Informasi dan Dokumen Elektronik sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan (4), maupun hasil setaknya seperti e-mail, sms, instan massenger, dan struk pembayaran/transfer uang bisa dijadikan alat bukti untuk menuntut pelaku, itu semua mengacu kepada ketentuan Pasal 44 UU ITE.

Demikian penjelasan saya, apabila terjadi kekurangan dan kesalahan saya mohon maaf. saran dan kritiknya saya terima dengan senang hati. Terima kasih, wassalam...

SUMBER:
  1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
  2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik